Senin, 17 Desember 2012

Pengembangan Sdm untuk meningkatkan Produktivitas Perusahaan

Perusahaan memandang pentingnya diadakan pengembangan sumber daya manusia sebab pada saat ini karyawan merupakan asset yang sangat penting dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sumber daya manusia didefinisikan sebagai keseluruhan orang-orang dalam organisasi yang memberikan kontribusi terhadap jalannya organisasi. Sebagai sumber daya utama organisasi, perhatian penuh terhadap sumber daya manusia harus diberikan terutama dalam kondisi lingkungan yang serba tidak pasti. Selain itu perlu diperhatikan pula bahwa penempatan pegawai yang tepat tidak selalu menyebabkan keberhasilan. Kondisi lingkungan yang cenderung berubah dan perencanaan karir dalam organisasi mengharuskan organisasi terus-menerus melakukan penyesuaian. Pengembangan sumber daya manusia meliputi aktivitas-aktivitas yang diarahkan terhadap pembelajaran organisasi maupun individual. Pengembangan sumber daya manusia terwujud dalam aktivitas-aktivitas yang ditujukan untuk merubah perilaku organisasi. Pengembangan sumber daya manusia menunjukan suatu upaya yang disengaja dengan tujuan mengubah perilaku anggota organisasi atau paling tidak meningkatkan kemampuan untuk berubah. Kata kunci : Pengembangan Sdm, produktivitas, perusahaan Pendahuluan Sumber daya manusia didefinisikan sebagai keseluruhan orang-orang dalam organisasi yang memberikan kontribusi terhadap jalannya organisasi. Sebagai sumber daya utama organisasi, perhatian penuh terhadap sumber daya manusia harus diberikan terutama dalam kondisi lingkungan yang serba tidak pasti. Selain itu perlu diperhatikan pula bahwa penempatan pegawai yang tepat tidak selalu menyebabkan keberhasilan. Kondisi lingkungan yang cenderung berubah dan perencanaan karir dalam organisasi mengharuskan organisasi terus-menerus melakukan penyesuaian. Pengembangan sumber daya manusia meliputi aktivitas-aktivitas yang diarahkan terhadap pembelajaran organisasi maupun individual. Pengembangan sumber daya manusia terwujud dalam aktivitas-aktivitas yang ditujukan untuk merubah perilaku organisasi. Pengembangan sumber daya manusia menunjukan suatu upaya yang disengaja dengan tujuan mengubah perilaku anggota organisasi atau paling tidak meningkatkan kemampuan untuk berubah. Landasan Teori Jadi ciri utama pengembangan sumber daya manusia adalah aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada perubahan perilaku. Menurut Armstrong (1997:507) menyatakan sebagai berikut: “Pengembangan sumber daya manusia berkaitan dengan tersedianya kesempatan dan pengembangan belajar, membuat program-program training yang meliputi perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi atas program-program tersebut”. Menurut McLagan dan Suhadolnik (Wilson, 1999:10) mengatakan: “HRD is the integrated use of training and development, career development, and organisation development to improve individual and organisational effectiveness”. (Terjemahan bebas: Pengembangan SDM adalah pemanfaatan pelatihan dan pengembangan, pengembangan karir, dan pengembangan organisasi, yang terintegrasi antara satu dengan yang lain, untuk meningkatkan efektivitas individual dan organisasi). Definisi senada dikemukakan oleh Mondy and Noe (1990:270) sebagai berikut: “Human resorce development is a planned, continuous effort by management to improve employee competency levels and organizational performance through training, education, and development programs” (Terjemahan bebas: Pengembangan SDM adalah suatu usaha yang terencana dan berkelanjutan yang dilakukan oleh organisasi dalam meningkatkan kompetensi pegawai dan kinerja organisasi melalui program-program pelatihan, pendidikan, dan pengembangan). Sedangkan Harris and DeSimone (1999:2) mengatakan sebagai berikut: “Human resource development can be defined as a set of systematic and planned activities designed by an organization to provide its members with necessary skills to meet current and future job demands”. (Terjemahan bebas: Pengembangan SDM dapat didefinisikan sebagai seperangkat aktivitas yang sistematis dan terencana yang dirancang oleh organisasi dalam memfasilitasi para pegawainya dengan kecakapan yang dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan, baik pada saat ini maupun masa yang akan datang). Sementara itu, Stewart dan McGoldrick (1996:1) mengatakan: “Human resource development encompasses activities and processes which are intended to have impact on organisational and individual learning”. (Terjemahan bebas: Pengembangan SDM meliputi berbagai kegiatan dan proses yang diarahkan pada terjadinya dampak pembelajaran, baik bagi organisasi maupun bagi individu). Dari beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa Pengembangan SDM adalah segala aktivitas yang dilakukan oleh organisasi dalam memfasilitasi pegawai agar memiliki pengetahuan, keahlian, dan/atau sikap yang dibutuhkan dalam menangani pekerjaan saat ini atau yang akan datang. Aktivitas yang dimaksud, tidak hanya pada aspek pendidikan dan pelatihan saja, akan tetapi menyangkut aspek karir dan pengembangan organisasi. Dengan kata lain, PSDM berkaitan erat dengan upaya meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan/atau sikap anggota organisasi serta penyediaan jalur karir yang didukung oleh fleksibilitas organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Mengingat tujuan Pengembangan SDM berkaitan erat dengan tujuan organisasi, maka program-program yang dirancang harus selalu berkaitan erat dengan berbagai perubahan yang melingkupi organisasi, termasuk kemungkinan adanya perubahan-perubahan dalam hal pekerjaan serta yang lebih penting berkaitan erat dengan rencana strategis organisasi sehingga sumber-sumber daya organisasi yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Walaupun telah disadari bahwa mengelola sumber daya manusia merupakan hal yang vital dalam organisasi, namun melaksanakan hal tersebut tidaklah mudah. Kadang-kadang para manajer dalam organisasi bingung untuk memulai langkah awal dalam pengembangan sumber daya manusia. Megginson (1993:14) membuat beberapa pertanyaan sebagai awal pemikiran tentang pengembangan sumber daya manusia sebagai berikut: • Perubahan (dalam hal keahlian dan kemampuan) apa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja/prestasi kerja individu tertentu? • Kekurangan apa yang secara jelas teridentifikasi dalam kaitannya dengan kinerja yang perlu segera ditangani? • Perubahan apa yang berkaitan dengan teknologi, proses produksi, dan kultur organisasi bagi para pegawai yang belajar sesuatu yang hal baru? • Kesempatan apa yang saat ini tersedia bagi para pegawai untuk mendapatkan keahlian yang baru? • Siapa yang bertanggung jawab dalam organisasi terhadap tersedianya kesempatan belajar yang tepat? • Perubahan perilaku apa yang secara umum harus dilakukan oleh staff untuk dapat meningkatkan kinerja mereka dan juga mendukung peningkatan kinerja yang lain? • Hal apa yang tidak berjalan dengan semestinya dan kesalahan apa yang telah kita lakukan? • Apa yang kita dapatkan dari pengalaman kita dalam pendidikan dan pelatihan yang terdahulu? Tujuan tersebut di atas dapat dicapai dengan memastikan bahwa setiap orang dalam organisasi mempunyai pengetahuan dan keahlian dalam mencapai tingkat kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif. Selain itu perlu pula diperhatikan bahwa dalam upaya pengembangan sumber daya manusia ini, kinerja individual dan kelompok adalah subjek untuk peningkatan yang berkelanjutan dan bahwa orang-orang dalam organisasi dikembangkan dalam cara yang sesuai untuk memaksimalkan potensi serta promosi mereka. Hal ini penting mengingat bahwa setiap unit kerja lebih mengetahui kebutuhan pengembangan yang bersifat pengetahuan dan ketrampilan teknis rai pegawai yang berada di bawahnya. Oleh karena itu, bagian kepegawaian dalam hal ini pengembangan tersebut berperan sebagai pendukung dalam pelaksanaan aktivitas pengembangan dan berhubungan dengan peningkatan ketrampilan dan pengetahuan teknis dari setiap unit kerja, bagian kepegawaian dapat melakukan perencanaan pengembangan karier pegawai agar organisasi memiliki pegawai yang siap pakai pada saat dibutuhkan untuk posisi atau jabatan baru. Dalam tahap pengembangan sumber daya manusia ini terdapat dua aspek kegiatan penting yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yakni kegiatan pelatihan dan kegiatan pengembangan sumber daya manusia itu sendiri yang dimaksudkan agar potensi yang dimiliki pegawai dapat digunakan secara efektif. Kegiatan pelatihan dipandang sebagai awal yaitu dengan diadakannya proses orientasi yang kemudian dilanjutkan secara berkelanjutan selama pegawai tersebut berada di dalam organisasi. CIDA (Canadian International Development Agency) seperti dikutip oleh Effendi (1993) mengemukakan bahwa pengembangan sumber daya manusia menekankan manusia baik sebagai alat (means) maupun sebagai tujuan akhir pembangunan. Dalam jangka pendek, dapat diartikan sebagai pengembangan pendidikan dan pelatihan untuk memenuhi segera tenaga ahli tehnik, kepemimpinan, tenaga administrasi. Pengertian di atas meletakan manusia sebagai pelaku dan penerima pembangunan. Tindakan yang perlu dilakukan dalam jangka pendek adalah memberikan pendidikan dan latihan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil. Dalam hal ini Effendi (1992) mengemukakan bahwa meskipun unsur kesehatan dan gizi, kesempatan kerja, lingkungan hidup yang sehat, pengembangan karir ditempat kerja, dan kehidupan politik yang bebas termasuk pendukung dalam pengembangan sumber daya manusia, pendidikan dan pelatihan merupakan unsur terpenting dalam pengembangannya. Demikian pula Martoyo (1992) mengemukakan bahwa setiap organisasi apapun bentuknya senantiasa akan berupaya dapat tercapainya tujuan organisasi yang bersangkutan dengan efektif dan efisien. Efisiensi maupun efektivitas organisasi sangat tergantung pada baik dan buruknya pengembangan sumber daya manusia/anggota organisasi itu sendiri. Ini berarti bahwa sumber daya manusia yang ada dalam organisasi tersebut secara proporsional harus diberikan pendidikan dan latihan yang sebaik-baiknya, bahkan harus sesempurna mungkin. Dari beberapa pendapat yang telah dikemukan dapat disimpulkan bahwa pengembangan sumber daya manusia meliputi : unsur kesehatan dan gizi, kesempatan kerja, lingkungan hidup sehat, pengembangan karir ditempat kerja, kehidupan politik yang bebas, serta pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan unsur-unsur tersebut, pendidikan dan pelatihan merupakan unsur terpenting dalam pengembangan sumber daya manusia. Sesuai dengan kesimpulan ini, maka yang dimaksud dengan pengembangan sumber daya manusia melalui upaya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan. Mengenai arti pentingnya pengembangan sumber daya manusia Heidjrachman dan Husnan (1993) mengemukakan bahwa sesudah karyawan diperoleh, sudah selayaknya kalau mereka dikembangkan. Pengembangan ini dilakukan untuk meningkatkan keterampilan melalui latihan (training), yang diperlukan untuk dapat menjalankan tugas dengan baik. Kegiatan ini makin menjadi penting karena berkembangnya teknologi dan makin kompleksnya tugas-tugas pimpinan. Hingga hasil temuan dari Taylor sebagai bapak Scientific Management, orang masih beranggapan bahwa pengembangan pegawai bukanlah tugas dari para pimpinan. Pendapat yang demikian itu, dalam praktek dewasa ini masih dianut oleh segolongan pemimpin terlebih-lebih mereka yang belum menyadari betapa peranan pengembangan pegawai itu sebagai salah satu cara terbaik untuk merealisir tujuan organisasi yang dipimpinnya. Untuk bahagian yang lebih besar, para pemimpin dewasa ini telah menyadari bahwa merupakan tugas mereka untuk mengembangkan bawahannya. Jadi dengan demikian jelaslah perkembangan seorang pegawai dalam suatu organisasi banyak ditentukan oleh pimpinan atau atasan. Bahkan pengembangan sumber daya manusia merupakan keharusan mutlak, seperti yang dikemukakan oleh Siagian (1993) bahwa baik untuk menghadapi tuntutan tugas sekarang maupun dan terutama untuk menjawab tantangan masa depan, pengembangan sumber daya manusia merupakan keharusan mutlak.Tujuan pengembangan sumber daya manusia menurut Martoyo (1992) adalah dapat ditingkatkannya kemampuan, keterampilan dan sikap karyawan/anggota organisasi sehingga lebih efektif dan efisien dalam mencapai sasaran-sasaran program ataupun tujuan organisasi. Menurut Manullang (1980), tujuan pengembangan pegawai sebenarnya sama dengan tujuan latihan pegawai. Sesungguhnya tujuan latihan atau tujuan pengembangan pegawai yang efektif, adalah untuk memperoleh tiga hal yaitu : 1. menambah pengetahuan; 2. menambah ketrampilan; 3. merubah sikap. Sedangkan manfaat dan tujuan dari kegiatan pengembangan sumber daya manusia menurut Schuler (1992), yaitu : a) Mengurangi dan menghilangkan kinerja yang buruk Dalam hal ini kegiatan pengembangan akan meningkatkan kinerja pegawai saat ini, yang dirasakan kurang dapat bekerja secara efektif dan ditujukan untuk dapat mencapai efektivitas kerja sebagaimana yang diharapkan oleh organisasi. b) Meningkatkan produktivitas Dengan mengikuti kegiatan pengembangan berarti pegawai juga memperoleh tambahan ketrampilan dan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi pelaksanaan pekerjaan mereka. Dengan semikian diharapkan juga secara tidak langsung akan meningkatkan produktivitas kerjanya. c) Meningkatkan fleksibilitas dari angkatan kerja Dengan semakin banyaknya ketrampilan yang dimiliki pegawai, maka akan lebih fleksibel dan mudah untuk menyesuaikan diri dengan kemungkinan adanya perubahan yang terjadi dilingkungan organisasi. Misalnya bila organisasi memerlukan pegawai dengan kualifikasi tertentu, maka organisasi tidak perlu lagi menambah pegawai yang baru, oleh Karena pegawai yang dimiliki sudah cukup memenuhi syarat untuk pekerjaan tersebut. d) Meningkatkan komitmen karyawan Dengan melalui kegiatan pengembangan, pegawai diharapkan akan memiliki persepsi yang baik tentang organisasi yang secara tidak langsung akan meningkatkan komitmen kerja pegawai serta dapat memotivasi mereka untuk menampilkan kinerja yang baik. e) Mengurangi turn over dan absensi Bahwa dengan semakin besarnya komitmen pegawai terhadap organisasi akan memberikan dampak terhadap adanya pengurangan tingkat turn over absensi. Dengan demikian juga berarti meningkatkan produktivitas organisasi. Jika disimak dari pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pengembangan pegawai, pada umumnya adalah sebagai berikut : a) Agar pegawai dapat melakukan pekerjaan lebih efisien. b) Agar pengawasan lebih sedikit terhadap pegawai. c) Agar pegawai lebih cepat berkembang. d) Menstabilisasi pegawai. Untuk mengembangkan potensi pegawai melalui kesempatan menjalani penugasan pada jabatan-jabatan hirarki, dari yang sederhana sampai yang kompleks. Disamping itu bagi para pegawai juga diikut sertakan dalam pendidikan dan pelatihan. Apabila pegawai dilatih dan selama proses latihan atau pengembangan, pegawai diberitahu atau ditambah pengetahuannya bagaimana cara terbaik dalam melakukan sesuatu pekerjaan atau kegiatan tertentu. Bila cara terbaik untuk mengerjakan sesuatu itu benar-benar dikuasai oleh pegawai yang bersangkutan, maka dalam melaksanakan pekerjaan itu dia akan lebih efisien mengerjakannya jika dibandingkan dengan cara mengerjakannya sebelum ia mengikuti latihan yang bersangkutan. Selanjutnya pegawai yang lebih trampil atau lebih mempunyai pengetahuan dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan oleh pimpinan tidak perlu selalu mengawasinya. Jika pegawai dilatih atau dikembangkan yang salah satu tujuannya agar pimpinan dapat mengurangi pengawasannya terhadap pegawai tersebut. Program-program pendidikan dan pengembangan SDM diarahkan pada pemeliharaan dan peningkatan kinerja pegawai. Program pendidikan adalah suatu proses yang di desain untuk memelihara ataupun meningkatkan kinerja pegawai. Program pengembangan adalah suatu proses yang didisain untuk mengembangkan kecakapan yang diperlukan bagi aktivitas kerja dimasa datang. Ada perbedaan pengertian antara peningkatan dengan pengembangan kinerja pegawai. Peningkatan mengacu pada kuantitas, yaitu meningkatnya kemampuan baru bagi pekerja. Sedangkan manfaat dari pengembangan pegawai dapat dilihat dalam dua sisi yaitu : A. Dari sisi individu pegawai yang memberi manfaat sebagai berikut : a) Menambah pengetahuan terutama penemuan terakhir dalam bidang ilmu pengetahuan yang bersangkutan, misalnya prinsip-prinsip dan filsafat manajemen yang terbaik dan terakhir. b) Menambah dan memperbaiki keahlian dalam bidang tertentu sekaligus memperbaiki cara-cara pelaksanaan yang lama.c) Merubah sikap. d) Memperbaiki atau menambah imbalan/balas jasa yang diperoleh dari organisasi tempat bekerja. B. Sedangkan dari sisi organisasi, pengembangan pegawai dapat memberi manfaat sebagai berikut : a) Menaikkan produktivitas pegawai. b) Menurunkan biaya. c) Mengurangi turnover pegawai d) Kemungkinan memperoleh keuntungan yang lebih besar, karena direalisirnya ketiga manfaat tersebut terlebih dahulu. Manullang (1980) mengatakan bahwa dalam suatu organisasi, sesungguhnya ada tiga golongan yang bertanggungjawab terhadap pengembangan pegawai, yaitu : a) Pegawai yang bersangkutan. b) Atasan atau pimpinan pegawai yang bersangkutan. c) Staf pelaksana pada semua bagian. Setiap pegawai mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan dirinya sendiri. Selama masih ada kemungkinan, setiap pegawai ingin untuk menambah pengetahuan, ketrampilan atau merobah sikap sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan. Tanpa keinginan itu, pegawai tersebut bersifat statis. Atasan atau pimpinan bertanggungjawab untuk mengembangkan bawahannya. Sebab bawahan yang ada mempunyai berbagai karakter yang berbeda, maka sesungguhnya tanggungjawab terbesar berada ditangan pemimpin yang bersangkutan. Dengan disadarinya arti penting pengembangan sumber daya manusia oleh pimpinan, maka akan lebih memudahkan dalam merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi yang dipimpinnya. Pendidikan dan Pelatihan Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli yang berkenaan dengan pendidikan dan pelatihan. Notoatmodjo (1992) mengemukakan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk pengembangan sumber daya manusia, terutama untuk pengembangan aspek kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Penggunaan istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi atau organisasi biasanya disatukan menjadi diklat (pendidikan dan pelatihan). Unit yang menangani pendidikan dan pelatihan pegawai lazim disebut PUSDIKLAT (Pusat pendidikan dan Pelatihan). Simanjuntak mengemukakan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan dan pelatihan tidak saja menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan bekerja, dengan demikian meningkatkan produktivitas kerja. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi adalah upaya peningkatan kemampuan pegawai yang dalam penelitian ini dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efisien dan efektif. Selanjutnya ada yang membedakan pengertian pendidikan dan pelatihan, antara lain Notoatmodjo. Menurut Notoadmodjo (1992) pendidikan di dalam suatu organisasi adalah suatu proses pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan. Sedang pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan, yang tujuannya untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau kelompok orang. Westerman dan Donoghue (1992) memberikan pengertian pelatihan sebagai pengembangan secara sistimatis pola sikap/pengetahuan/keahlian yang diperlukan oleh seseorang untuk melaksanakan tugas atau pekerjaannya secara memadai. Sedangkan Latoirner seperti dikutip oleh Saksono (1993) mengemukakan bahwa para pegawai dapat berkembang lebih pesat dan lebih baik serta bekerja lebih efisien apabila sebelum bekerja mereka menerima latihan di bawah bimbingan dan pengawasan seorang instruktur yang ahli. Otto dan Glasser (dalam Martoyo, 1992) menggunakan istilah “training” (latihan) untuk usaha-usaha peningkatan pengetahuan maupun keterampilan pegawai, sehingga didalamnya sudah menyangkut pengertian “education” (pendidikan). Mengenai perbedaan pengertian pendidikan dan pelatihan Martoyo (1992) mengemukakan bahwa meskipun keduanya ada perbedaan-perbedaan, namun perlu disadari bersama bahwa baik training (latihan) maupun development (pengembangan/pendidikan), kedua-duanya menekankan peningkatan keterampilan ataupun kemampuan dalam human relation. Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi, sedangkan pelatihan lebih berkaitan dengan peningkatan atau keterampilan pegawai yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu. Dalam suatu pelatihan orientasi atau penekanannya pada tugas yang harus dilaksanakan (job orientation), sedangkan pendidikan lebih pada pengembangan kemampuan umum. Dalam rangka meningkatkan pengetahuan, ketrampilan serta sikap-sikap kerja yang kondusif bagi penampilan kinerja pegawai, diselenggarakan pendidikan dan pelatihan pegawai, dan diklat pegawai ini didasarkan atas analisis kebutuhan yang memadukan kondisi nyata kualitas tertentu selaras dengan program rencana jangka panjang organisasi. Sementara itu sebagai akibat perkembangan zaman yang terus bergulir, dimana permasalahan yang dihadapi menjadi semakin kompleks dan krusial, dipandang bahwa pendekatan sektoral (partial) seperti yang diberlakukan selama ini memiliki hal-hal yang perlu dilengkapi dalam berbagai aspek. Pendekatan yang lebih mendasarkan pada spesialisasi fungsi yang diemban aparatur pemerintah tersebut, sebagaimana telah dijabarkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri tampak lebih bersifat terapi dan mengacu kepada urgensitas permasalahan yang dihadapi. Ada dua strategi pendidikan / pelatihan yang dapat dilakukan organisasi, yaitu pendidikan yang dilakukan didalam organisasi tempat kerja pegawai (on the job training) dan pendidikan yang dilakukan diluar tempat kerja pegawai (off the job training). Strategi atau Metode “on the job training” dilakukan oleh instansi kepada pegawai dengan tetap bekerja sambil mengikuti pendidikan / pelatihan. Kegiatan ini meliputi rotasi kerja dimana pegawai pada waktu tertentu melakukan suatu rangkaian pekerjaan (job rotation). Pegawai secara internal dilatih dan dibimbing oleh pegawai lain yang berkemampuan tinggi dan mempunyai kewenangan melatih (Wilson,dkk,1983; Sloane dan Witney,1988). Menurut Wilson (1983) ; Sloane dan Witney (1988) metode “off the job training” di lakukan diluar tempat kerja pegawai. Pendidikan / latihan mengacu pada simulasi pekerjaan yang sebenarnya. Tujuannya adalah untuk menghindarkan tekanan-tekanan yang mungkin mempengaruhi jalannya proses belajar. Metode ini dapat juga dilakukan didalam kelas dengan seminar, kuliah dengan pemutaran film tentang pendidikan sumber daya manusia. “Job rotation” berkaitan dengan pemindahan sementara seorang / sekelompok pegawai dari satu posisi ke posisi lain, sehingga mereka dapat memperluas pengalaman terhadap berbagai aspek operasional instansi. Aktivitas kerja berkaitan dengan pemberian tugas yang penting kepada peserta pendidikan untuk mengembangkan pengalaman dan kecakapan. Berdasarkan pembicaraan mengenai pengembangan SDM di atas, maka dapat disimpulkan bahwa SDM merupakan komponen terpenting dalam instansi / organisasi. Penggunaan mesin-mesin berteknologi tinggi tidak bermakna tanpa SDM menjadi prioritas utama yang perlu diperhatikan. Sumber daya manusia yang berkualitas akan mengelola instansi dengan baik pula. Pengelolaan di sini adalah pengelolaan disemua bidang pekerjaan, termasuk pelayanan dan perencanaan. Cara meningkatkan dan mengembangkan SDM dengan pendidikan/ pelatihan, baik melalui on the job training maupun off the job training. Rekomendasi / Opini : Secara rinci tujuan pengembangan SDM dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Meningkatkan produktivitas kerja Program pengembangan yang dirancang dengan baik akan membantu meningkatkan produktivitas, kualitas, dan kuantitas kerja pegawai. Hal ini disebabkan karena meningkatnya technical skill, human skill, dan managerial skill karyawan yang bersangkutan. 2. Mencapai efisiensi Efisiensi sumber-sumber daya organisasi akan terjaga apabila program pengembangan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Dengan kata lain pemborosan dapat ditekan, karena biaya produksi kecil dan pada akhirnya daya saing organisasi dapat meningkat. 3. Meminimalisir kerusakan Dengan program pengembangan yang baik, maka tingkat kerusakan barang/produksi dan mesin-mesin dapat diminimalisir karena para pegawai akan semakin terampil dalam melaksanakan tugasnya. 4. Mengurangi kecelakaan Dengan meningkatnya keahlian/kecakapan pegawai dalam melaksanakan tugas, maka tingkat kecelakanaan pun dapat diminimalisir. 5. Meningkatkan pelayanan Pelayanan merupakan salah satu nilai jual organisasi/perusahaan. Oleh karena itu, salah satu tujuan pengembangan sdm adalah meningkatkan kemampuan pegawai dalam memberikan layanan kepada konsumen. 6. Memelihara moral pegawai Moral pegawai diharapkan akan lebih baik, karena dengan diberikannya kesempatan kepada pegawai untuk mengikuti program pengembangan pegawai, maka pengetahuan dan keterampilannya diharapkan sesuai dengan pekerjaannya, sehingga antusiasme pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan akan meningkat. 7. Meningkatan peluang karier Karena pada umumnya promosi didasarkan pada kemampuan dan keterampilan peagwai, maka kesempatan pegawai yang telah mengikuti program pengembangan untuk meningkatkan karier akan semakin terbuka dengan karena keahlian dan kemampuannya akan menjadi lebih baik. 8. Meningkatkan kemampuan konseptual Pengembangan ditujukan pula untuk meningkatkan kemampuan konseptual seorang pegawai. Dengan kemampuan yang meningkat, maka diharapkan pengambilan keputusan atas suatu persoalan akan menjadi lebih mudah dan akurat. 9. Meningkatkan kepemimpinan Human relation adalah salah satu aspek yang menjadi perhatian dalam program pengembangan. Dengan meningkatnya kemampuan human relation, maka diharapkan hubungan baik ke atas, ke bawah, maupun ke samping akan lebih mudah dilaksanakan. 10. Peningkatan balas jasa Prestasi kerja pegawai yang telah mengikuti program pengembangan diharapkan akan lebih baik. Seiring dengan meningkatnya prestasi kerja pegawai, maka balas jasa atas prestasinya pun akan semakin baik pula. 11. Peningkatan pelayanan kepada konsumen Dengan meningkatnya kemampuan pegawai, baik konseptual, maupun teknikal, maka upaya pemberian pelayanan kepada konsumen pun akan berjalan lebih baik pula. Dengan demikian diharapkan kepuasan konsumen seagai pemakai barang/jasa akan terpenuhi Daftar Pustaka Hasibuan, Melayu Sp. 2003. Organisasi dan motivasi ; dasar peningkatan produktivitas. Cetakan ke empat. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Hasibuan, Malayu Sp. 2005. Manajemen SDM. Edisi Revisi, Cetakan Ke Tujuh. Jakarta : Bumi Aksara. Herjanto, Eddy. 1999. Manajemen Produksi Dan Operasi. Jakarta : PT.Gramedia Widiasarana Indonesia. Mangkunegara, A.A Anwar Prabu 2005. Evaluasi kinerja SDM, Bandung. Refika Aditama. Mangkunegara, A.A Anwar Prabu. 2006. Perencanaan dan Pengembangan SDM. Bandung : Refika Aditama. Mangkuprawira, Syafry. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategi. Jakarta : Ghalia Indonesia. Mangkuprawira, Syafri. 2003. Manajemen Sumber Daya. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap. Mathis L Robert, John.H. Jackson. 2002. Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT.Salemba Empat. Nasution, MN. 2001. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta : PT.Gahalia Indonesia

Peranan Sumber Daya Manusia di dalam Pelayanan Untuk Kesuksesan Perusahaan

Manusia selalu berperan aktif dan signifikan dalam setiap kegiatan organisasi, baik sebagai perencana, pelaku dan perintis terwujudnya tujuan organisasi. Baik itu organisasi ekonomi, politik dan kemasyarakatan, tujuan organisasi tersebut tidak mungkin terwujud tanpa peranan manusia. Bagaimana canggihnya peralatan sekalipun, faktor manusia tetap akan menentukan, itulah sebabnya SDM dianggap aset yang sangat penting dalam suatu organisasi. Di tengah era globalisasi dengan perubahan-perubahan yang cepat dan kompleksitas yang makin meningkat, maka peranan Sdm dalam melakukan layanan harus lebih ditingkatkan untuk kemajuan perusahaan Asuransi . Hal tersebut merupakan salah satu unsur terpenting dalam pelayanan prima yang terus dikembangkan dimana pihak customer semakin dimanjakan atas kebutuhan dan keinginan terhadap produk Asuransi . Pelayanan Prima Perkembangan tuntutan pelayanan saat ini adalah pelayanan prima atau pelayanan yang dapat memenuhi harapan masyarakat atau lebih baik dari standar dan asas-asas pelayanan publik/pelanggan. Dalam organisasi publik hal ini sebenarnya telah menjadi tuntutan sejak munculnya teori negara baru (Frederickson) tentang azas keadilan. Oleh sebab itu dalam pelayanan primapun perlu adanya standar pelayanan sebagai ukuran yang telah ditentukan untuk pembakuan pelayanan yang baik dan berkeadilan. Bila seluruh pelayanan telah memiliki standar maka akan lebih mudah memberikan pelayanan yang lebih baik, sehingga secara kontinyu akan dapat disebut pelayanan prima . Globalisasi tidaklah untuk dihindari. Tetapi untuk diraihnya peluang dalam meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan perusahaan. Perusahaan yang berhasil memasuki era global dicirikan oleh manajemen biaya produksi yang efisien, mutu produk yang tinggi yang sesuai dengan permintaan pasar dan yang mampu mengurangi sumberdaya terbuang, fleksibilitas dalam pengembangan pangsa pasar, dan pelayanan atau pengiriman produk sesuai tepat waktu. Salah satu strategi alternatif untuk memenangkan persaingan adalah pelayanan mutu terpadu (Total Quality Service). Inti tujuan dari strategi pelayanan mutu terpadu adalah pemenuhan keinginan, kebutuhan, kepentingan, dan harapan pelanggan. Dengan kata lain bagaimana perusahaan mampu menerapkan pelayanan prima. Disinilah keterlibatan kalangan manajer dan karyawan harus merupakan suatu tim yang sinergis dan efektif. Diperkuat dengan intensitas komunikasi horisontal dan vertikal diantara mereka maka strategi PMT akan sangat menentukan seberapa jauh pencapaian kepuasan maksimum dan loyalitas pelanggan tercapai. Hal demikian merupakan perubahan paradigma lama yang lebih menekankan pada inventory-driven system ke lebih yang bersifat service-driven system. Dengan kata lain keberhasilan perusahaan dalam bersaing sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur pelayanan kepada pelanggan. Permintaan pelanggan menjadi faktor pengendali persaingan; bukan oleh system persediaan. Untuk itu kita akan membahas mengenai fungsi dan peran strategi SDM dalam PMT? Yang jelas kualitas pelayanan suatu perusahaan merupakan fungsi dari peran dan kualitas SDM para karyawan dan manajemen. SDM karyawan berperan meningkatkan intensitas dan mutu fungsi-fungsi organisasi dan manajemen. Sementara kualitas SDM disini dilihat dari berbagai perspektif yakni 1. para pelaku bisnis memahami secara persis apa falsafah dibalik pentingnya kualitas pelayanan 2. pelayanan mutu terpadu bukanlah tugas dan tanggung jawab dari subsistem pemasaran dan promosi saja tetapi merupakan kesatuan sistem mulai dari subsistem penyediaan input, produksi, pembiayaan, dan subsistem promosi dan pemasaran . 3. para pelaku (manajer dan karyawan) selalu mengikuti perkembangan pasar sekaligus dinamika kebutuhan, kepentingan, dan harapan pelanggan secara bersinambung; 4 . perusahaan memiliki program pengembangan SDM berupa pelatihan-pelatihan dan kunjungan studi banding. Strategi SDM yang merupakan derivasi atau turunan dari strategi bisnis haruslah memiliki ciri dinamis. Setiap perkembangan eksternal pasti akan memengaruhi strategi bisnis dan sekaligus strategi SDM. Dengan demikian ketika strategi alternatif PMT akan dijabarkan maka strategi SDM harus mencerminkan adanya batasan tentang apa tujuan, harapan, pertimbangan budaya, dan perilaku pelanggan dalam kontekls kualitas pelayanan. Dalam prakteknya maka strategi alternatif PMT memerlukan kondisi-kondisi tertentu antara lain (1) diterapkannya kepemimpinan mutu yang mampu memberikan inspirasi dan partisipasi aktif di kalangan karyawan; (2) pihak manajemen harus terus menerus mengembangkan system manajemen integrative dan membangun tim kerja yang tangguh; (3) menciptakan lingkungan kinerja yang nyaman dan aman yang didukung oleh system manajemen kompensasi dan karir yang terbuka dan adil; (4) mengembangkan infrastruktur mutu pelayanan terpadu dalam suatu bangunan perencanaan strategis bisnis; (5) survei pasar yang bersinambung untuk mengetahui perkembangan perilaku pasar dan pelanggan yang didukung oleh sistem informasi manajemen yang andal. Belakangan ini istilah sinerjitas semakin kerap diungkapkan beragam kalangan. Apakah itu dari kalangan pengamat sosial ekonomi, bisnis, kelembagaan, maupun militer dan kepolisian. Sinerjis mengandung arti kerjasama, koordinasi, penguatan dan integrasi. Jadi pada intinya sinerjis dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan kondisi saling memerkuat antarsubsistem suatu organisasi, atau komponen masyarakat, atau komponen internal dan eksternal suatu organisasi dalam mencapai tujuan tertentu. Bagaimana sinerjis atau sinerjitas di dunia kerja di perusahaan? Sinerjitas dalam suatu perusahaan sangat penting. Alasan utamanya adalah tidak mungkin proses produksi dan distribusi barang dan ataupun jasa hanya bisa dilakukan oleh sebuah atau dua subsistem saja. Semua subsistem mulai dari subsistem manajemen puncak hingga staf operasional perlu memerkuat dan menyatukan diri dalam meksanakan misi dan kegiatan perusahaan. Begitu pula pada tataran organisasi maka antarsubsistem bekerjasama dan saling memerkuat untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini akan terasa semakin penting ketika dalam prakteknya tidak jarang masing-masing subsistem organisasi melaksanakan pekerjaannya sendiri-sendiri. Dengan kata lain tanpa koordinasi yang baik. Akibatnya akan merugikan perusahaan dalam bentuk kinerja yang di bawah standar baik dalam segi kuantitatif maupun mutu proses dan hasil. Keberhasilan sinerjitas tentunya sangat ditentukan beragam faktor. Yang pertama adalah dukungan manajemen pucak (MP). Sinerjitas harus dinyatakan oleh MP sebagai unsur utama pencapaian keberhasilan perusahaan. Disini MP sendiri berfungsi sebagai pencetus gagasan strategis, penyemangat, pelaksana koordinasi puncak, dan sekaligus pengawas. Kemudian faktor kedua adalah kadar pemahaman seluruh karyawan (manajemen dan non-manajemen) tentang visi, misi, dan tujuan perusahaan serta keorganisasian. Yang ketiga adalah pengetahuan, sikap dan ketrampilan para karyawan dan manajemen di bidangnya masing-masing. Dan yang keempat adalah kondisi kerja yang nyaman termasuk uraian pekerjaan dan tugas yang jelas. Semakin efektif proses sinergitas berjalan maka semakin efisien capaian kinerja perusahaan. Hal ini karena antarsubsistem dan antarkaryawan telah terjadi proses saling memerkuat aspek koordinasi dengan optimum. Tidak ada lagi masing-masing subsistem menyatakan dirinya sebagai unit yang paling berjasa. Sementara unit lainnya dianggap inferior. Yang muncul adalah terujudnya penyatuan operasionalisasi visi, misi dan tujuan perusahaan serta uraian pekerjaan dan tugas. Semua unit memiliki kontribusi yang sama derajatnya. Karena itu proses sinerjitas harus dilakukan secara berkelanjutan. Dengan kata lain bukanlah semacam kegiatan adhoc yang sifatnya sementara. Harapannya adalah dalam jangka panjang makna pentingnya sinerjitas bakal sudah menjadi sikap kerja yang terinternalisasi pada diri setiap karyawan dan manajemen. Setiap organisasi baik itu pemerintah maupun swasta akan senantiasa berusaha untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan efektif dan efisien. Dengan adanya sumberdaya manusia yang berkualitas baik, maka akan memungkinkan kelancaran pelaksanaan aktivitas perusahaan dan akan dapat meningkatkan kinerja pegawai tersebut. Di samping itu, kemajuan teknologi yang mempermudah cara pembuatan barang berasal dan berkembang dari faktor tenaga kerja, lebih dari faktor lain mana pun. Meskipun banyak faktor produksi lainnya, tenaga kerja justru memegang peranan utama dalam setiap usaha pengadaan barang atau jasa. Sebab pada hakekatnya, produksi dan teknologi adalah hasil karya manusia juga. Memasuki era perubahan yang serba cepat dan persaingan yang sangat ketat, di mana persaingan antar perusahaan yang terjadi bukan lagi merupakan persaingan antar gedung dan bukan pula merupakan persaingan di antara mesin dan peralatannya atau bahkan persaingan antar modal, melainkan persaingan antar personel (Nitisemito, 1999). Perusahaan harus lebih memperhatikan dan menghargai sumberdaya manusia, karena mereka adalah salah satu asset utama perusahaan. Oleh karena itu sistem pengelolaan sumberdaya manusia yang tepat merupakan kunci keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan. Menonjolnya peran strategis SDM sesungguhnya merupakan bentuk respon organisasi terhadap perubahan lingkungan ekonomi dan bisnis. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan kemajuan teknologi terutama teknologi informasi telah menciptakan semakin ketatnya kompetisi yang mesti dihadapi. Kecenderungan semakin beragamnya tuntutan para stakeholders baik internal dan eksternal yang tidak lagi sekedar menuntut kepuasan dan lebih berorientasi pada nilai pelanggan (customer value) menekan organisasi untuk dapat menanggapinya dengan cepat (responsiveness). Kebijakan dan praktik-praktik MSDM yang unik akan menciptakan interaksi antar individu yang dapat menghasilkan pengetahuan (knowledge), modal sosial (social capital) serta modal manusia (human capital) yang merupakan persyaratan bagi terciptanya keunggulan bersaing berkelanjutan (sustainable). Greer (2001) menyatakan bahwa MSDM adalah kunci untuk mencapai keunggulan kompetitif, yaitu suatu kondisi di mana seluruh atau sebagian dari pasar menyukai produk-produk atau jasa-jasa yang ditawarkan organisasi. Konseptualisasi tentang pelayanan (service) belakangan ini telah mendominasi penelitian-penelitian SDM berkenaan dengan kepuasan pelanggan, seperti penelitian Zemke (1989), Heskett (1990), Zeithaml (1998), Barry (1996), dan Hallowell, et al. (1996). Kepuasan pelanggan menjadi pusat perhatian para praktisi dan akademisi karena peranannya dalam menciptakan laba dan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Dalam perusahaan jasa, menurut Cronin dan Taylor (1992), kepuasan pelanggan jasa tidak selalu tergantung pada harga. Tetapi kepuasan pelanggan didasarkan secara konseptual, pada penggabungan dari atribut kualitas jasa dan harga. Beberapa faktor yang terkandung dalam kualitas layanan internal seperti tipe manajemen, komunikasi antar departemen yang ada, reward, training, job description yang jelas dan tanggung jawab yang tepat, sangat berpengaruh terhadap kepuasan karyawan dalam bekerja dimana pada akhirnya akan berdampak langsung pada kinerja perusahaan. Sebagai contoh, Roth dan Jackson (1995) dalam penelitian secara empirik di industri keuangan menemukan bahwa kualitas layanan internal berhubungan secara langsung dengan kinerja perusahaan (Siehoyono, 2004). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Furqon (2009), kinerja mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap kepuasa kerja. Dimana kepuasan kerja yang optimal diharapkan mampu meningkatkan kinerja karyawan dan pada akhirnya akan dapat meningkatkan kinerja perushaan (Wendong, et al, 2008: Noermidjati, 2008: Koesmono, 2005). Strategi SDM perlu dipersiapkan secara seksama khususnya oleh perusahaan-perusahaan agar mampu menghasilkan keluaran yang mampu bersaing di tingkat dunia. Untuk mengantisipasi perdagangan bebas di tingkat dunia, para pemimpin Negara ASEAN pada tahun 1992 memutuskan didirikannya AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang bertujuan meningkatkan keunggulan bersaing regional karena produksi diarahkan pada orientasi pasar dunia melalui eliminasi tarif/bea menghilangkan hambatan tarif. Pada kompetisi tingkat ASEAN saja kita dituntut benar-benar siap, apalagi menghadapi persaingan dunia. Kotler (1992) mengingatkan bahwa globalisasi pasar dan kompetisi menciptakan suatu perubahan yang sangat besar. Strategi yang tepat harus diaplikasi untuk meraih keberhasilan melalui pemanfaatan peluang-peluang yang ada pada lingkungan bisnis yang bergerak cepat dan semakin kompetitif. Implikasi globalisasi pada manajemen sumber daya manusia tampaknya masih kurang diperhatikan secara proporsional karena tolok ukur keefektifannya kurang memiliki keterkaitan langsung dengan strategi bisnis. Alat ukur keefektifan organisasi dan aktivitas sumber daya manusia perlu dirancang secara profesional. Capital Intellectual dan pengukurannya akhir-akhir ini sering dipertimbangkan sebagai alternative yang menjanjikan kendati pengimplementasiaannya tidak semudah yang diperkirakan. Pada abad 21 ini pelaku bisnis harus pula mampu mengintregasikan semua dimensi lingkungan hidup sebab masyarakat akan menuntut tanggung jawab perusahaan akan factor lingkungan. Pelaku bisnis harus tanggap menghadapi isu globalisasi dengan bijaksana. Selain itu, flexibility dan continuous learning merupakan karakteristik yang sangat penting dan yang sudah perlu dipertimbangkan oleh pelaku bisnis untuk menjawab tantangan perdagangan bebas yang semakin kompetitif. Perusahaan dituntut berpikir global serta mempunyai visi dan misi yang jauh berwawasan ke depan. Mendapatkan calon karyawan yang berkualitas dan professional di Indonesia tidak selalu mudah. Hal tersebut disebabkan karena terjadi ketidaksesuaian antara job requirements dengan kompetisi calon. Tenaga professional asing masih banyak dipekerjakan di perusahaan-perusahaan besar terutama yng bertaraf internasional. Hal ini jelas memberi indikasi terjadi suatu mismatch antara kompetisi calon karyawan dengan kompetisi yang dibutuhkan. Dunia bisnis akan semakin berorientasi global terlebih lagi jika implementasi perdagangan bebas menjadi kenyataan. Hamel dan prahalad mengatakan bahwa kompetisi pada masa depan tidak hanya dapat dilakukan dengan redefinisi strategi namun perlu juga refedinisi peranan manajemen atas dalam menciptakan strategi. Taylor (1994) mengemukakan beberapa tindakan yang harus dilakukan dalam melakukan transformasi organisasi agar berhasil dan siap menghadapi masalah-masalah di masa depan yaitu : a) stretched goals yang mensyaratkan bahwa sasaran harus spesifik dan dapat diukur, b) visi masa depan, c) struktur yang ramping, d) budaya baru yang mengacu pad aprofesinalisme, keterbukaan dan kerjasama kelompok e) berorientasi pad amutu atau layanan berkelas dunia, f) manajemen prestasi; mensyaratkan setiap individu memeberikan produk bdrkualita dan layanan yang memuaskan, g) inovasi meyeluruh, g) kemitraan dan jaringan kerja. Strategi sumber daya mausia berkaitan dengan visi, misi strategi perusahaan, SBU (Strategy Business Unit) dan juga stragei fungsional. Penentuan strategi sumber daya manusia perlu memperhatikan dan mempertimbangkan misi,visi serta srategi korporat, serta perlu dirumuskan secara logis, jelas dan aplikabel. Ketidaksesuaian strategi SDM dan strategi perusahaan akan mempengaruhi pencapaian sasaran perusahaan.Salah kunci yang sangat penting meraih keuntungan kompetitif adalah melalui pengelolaan sumber daya manusia secara efektif. Kemitraan dengan perusahaan lain merupakan karakteristik untuk meningkatkan produktivitas dan prestasi perusahaan. Sebab itu network structure dan budaya perusahaan yang mengacu pada inovasi, kreativitas dan belajar berkesinambungan (continuous learning) akan merupakan pilihan yang tepat bagi perusahaan-perusahaan yang ingin survive dan berkembang. Desain SDM berkaitan dengan desain pekerjaan yang mengacu pada JCM (Job Characteristic Model). Hackman dan Oldham (1976) mengemukakan bahwa JCM terdiri dari task identity, task signifinance, task variety, authority dan feedback yang berimplikasi pada struktur organisasi. Sementara itu di tingkat mikro, perusahaan-perusahaan perlu berperan aktif untuk ikut meningkatkan mutu SDM baik. Aset SDM yag perlu dievaluasi adalah bobot/kualitas dan potensi SDM yang dimiliki saat ini. Untuk mengevaluasi SDM perlu dipertimbangkan empat factor sebagai berikut : 1.Tingkat strategis, antara lain visi, misi dan sasaran organisasi . 2. Faktor Internal DM, antara lain : Aset SDM, kualifikasi SDM, aktivitas SDM: pengadaan, pemeliharaan, pelatihan dan pengembangan, serta kebijakan-kebijakan SDM 3. Faktor-faktor eksternal, antara lain demografis, perubahan social, budaya, teknologi, politik, peraturan pemerintah, pasar tenaga kerja dan isu internasional (mislanya: HAM dan Ekologi) 4. Faktor organisasional, antara lain struktur, strategi perusahaan, budaya perusahaan, dan strategi SDM . Continuous innovativeness perlu dilakukan manun perlu didukung oleh kreatifitas karyawan yang tinggi. Kekreativitasan organisasi harus dikembangkan melalui penanaman budaya perusahaan yang direfleksikan pada aktivitas SDM. Paradigma organisasi yang belajar (learning organization) membahas pentingnya peranan learning dalam menunjang keberhasilan perusahaan melalui SDM yang mengimplementasi paradigma tersebut. Learning organization membahas lima komponen dasar sebagai berikut : 1. Personal mastey membahas suatu penguasaan terpadu dan tuntas suatu pengetahuan dan keterampilan tertentu 2. Mental models memberi dorongan yang kuat terhadap tindakan karyawan truyst merupakan kunci seseorang dalam membangun organisasi pembelajar. Shared vision merupakan suatu kekuatan atau dorongan agar karyawan secara bersama-sama komity dan mau belajar sevara terus menerus . 3. Team learning merupakaj proses pengembangan individu melalui kelompok kerja dengan cara dialog dan diskusi 4.System thingking merupakan salah satu komponen yang menyatukan dan emmadukan komponen-komonen lain membentuk suatu kesatuan yang bermakna Akhir-akhir tindakan downsizing menjadi sangat popular dan bahkan seing dilakukan tanpa pertimbangan yang matang sehingga berakibat fatal. Prahald dan hamel 1994) mengkritik downsizing yang tidak berorientasi pada kesehatan prusahaan. sebagai bahan pertimbangan untuk menerapkan strategi SDM yang tepat kita perlu menganalisis strategi perusahaan dan SDM secara holistik. Sonnefeld dan peiperl (1991) mengembangkan suatu model tipologi perusahaan dan implikasinya pada strategi sumber daya manusia sebagai berikut : 1. Fortress. Perusahaan menekan pada kelangsungan hidup.. 2. Academy. Perusahaan menekan pada spesialisasi jabatan. 3. Club. Perusahaan bertipologi ini menekankan loyalitas, komitmen, senioritas dan pengalaman. 4. Baseball-Team. Perusahaan menekankan pada inovasi, kreativitas memegang peranan penting pada perusahaan bertipologi ini. Mengaitkan konsep tipologi strategi SDM dengan future predictable characteristics dalam memberikan gamabran peranan strategi SDM secara jelas yang kemudian perlu direncanakan kegiatan-kegiatan (pratices) SDM yang mendukung. Kefleksibelan strategi SDM penting mengingat kodnisis bisnis masa depan menuntut kreativitas dan inovasi dalam menghadapi kompetisi yang ketat . Dengan megacuh pada karakteristik bisnis masa depan (globalisasi) serta memperhatikan masalah-masalah SDM yang dihadapi oleh perusahaa-perusahaan di Indonesia, maka perlu dirumuskan dan diimplementasi strategi SDM yang tepat dengan mempertimbangkan aktivitas-aktivitas manajemen antara lain sebagai berikut: 1. Prediksi SDM perlu dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif melalui penelitian SDM 2. Rekruitmen dan seleksi harus mendasarkan pada factor kemampuan kepribadian yang positif, bermotivasi tinggi, nilai-nilai yang menunjajng misi, visi, serta strategi masa depan . 3 . Orientasi atau induction perlu dilakukan dengan mendasarkan pada budaya perusahaan. Pelatihan serta pengembangan perlu mengacu pada kompeten, motivasi dan nilai-nilai yang diharapkan serta hasilnya harus dapat diukur. 4. Pemeliharaan perlu dilakukan dengan memperhatikan hak dan kewajiban karyawan secara seksama. Teori Tantangan terpenting yang dihadapi manajemen sumber daya manusia selalu berkaitan dengan menyediakan pelayanan yang masuk akal dengan rencana strategic perusahaan. Dalam menformulasi strategi SDM,manajer SDM harus memikirkan tiga tantangan mendasar. 1. Keharusan mendukung produktivitas dan upaya peningkatan kinerja perusahaan. 2. Karyawan memainkan peran yang makin luas dalam usaha perbaikan kinerja pengusaha. 3. SDM harus terlibat lebih jauh dalam mendesain tidak hanya melaksanakan rencana strategic perusahan. Perencanaan strategic mencakup 4 tugas utama menejemen strategi yaitu 1. Menentukan evaluasi situasi internal dan eksternal, mendefinisikan bisnis dan mengembangkan misi, menerjemahkan misi ke dalam tujuan strategic, dan merangkai strategi atau arahan tindakan. Strategi pada tingkatan korporasi mengidentifikasi portofolio bisnis secara keseluruhan, terdiri dari perusahaan dan cara berhubungan satu sama lain. Pada tingkat yang lebih rendah, setiap bisnis ini butuh strategi kompetitif/tingkat bisnis. Kita dapat mendefinisikan keuntungan kompetitif sebagai semua faktor yang memungkinkan organisasi mendiferensiasikan produk atau jasa dari produk dan jasa pesaing untuk meningkatkan presentase pangsa pasar. Perusahaan menggunakan beberapa strategi kompetitif untuk mencapai keuntungan kompetitif yaitu kepemimpinan biaya rendah, diferensiasi dan focus. Istilah SDM stratejik mengacu pada serangkaian tindakan spesifik manajemen SDM yang didorong oleh perusahaan untuk mencapai tujuan. Tujuan yang terpenting dari strategi SDM adalh membangun karyawan yang memiliki komitmen, terutama dalam lingkungan tanpa serikat kerja. Studi dari Universitas Michigan menyimpulkan bahwa kinerja tinggi SDM professional perusahaan mengdentifikasi masalah manusia yang sangat penting bagi strategi bisnis dan membantu membangun dan melaksanakan strategi. Mereka memiliki kapasitas untuk mencapai alternative dan dilibatkan dalam membuat respons dan mengarahkan pasar organisasi. Manajer SDM melakukan dua peran mendasar perencanaan strategis yaitu melaksanakan dan memformulasikan strategi. Manajemen puncak memformulasikan strategi korporasi dan kompetitif perusahaan lalu strategi tersebut memformulasikan kebijakan dan strategi fungsional yang luas.Peraturan dasar pada strategi ini adalah aktivitas kebijakan dan strategi departemen SDM harus masuk akal berkaitan dengan strategi kompetitif dan korporatif perusahaan.Peran tradisional SDM dalam pelaksanaan strategi telah meluas termasuk bekerja dengan manajemen puncak untuk memformulasikan rencana strategic perusahaan.Peran meluas dalam formulasi strategi menggambarkan realita yang dihadapi oleh sebagian besar perusahaan besar saat ini.Globalisasi berarti persaingan yang semakin meningkat, berarti kinerja yang lebih baik dan sebagian besar perusahaan besar dapat meningkatkan kinerja secara keseluruhan atau sebagian dengan mendorong kompetensi dan komitmen karyawan mereka. Proses SDM terdiri dari 3 komponen dasar, yaitu: 1. Profesional SDM yang dibutuhkan untuk membangun SDM, kegiatan dan kebijakan SDM, serta kompetensi dan prilaku karyawan. 2. Menciptakan sistem SDM yang berorientasi pada strategi membutuhkan keahlian baru sebagai bagian dari profesional SDM. 3. Mereka harus memiliki wawasan yang luas mengenai pengetahuan bisnis agar dapat memahami bagaimana perusahaan menciptakan nilai-nilai dan untuk melihat bagaimana sistem SDM perusahaan berkontribusi dalam proses penciptaan nilai-nilai tersebut. Dilingkungan yang kompetitif saat ini manajer tidak dapat mengabaikan sifat sistem SDM, kebijakan dan praktek aktual SDM untuk kesempatan.Manajer biasanya mencoba untuk menciptakan sistem kerja kinerja tinggi.Banyak perusahaan yang memiliki kinerja tinggi yang mempekerjakan karyawan berdasarkan kepada seleksi tes, dan menyediakan pelatihan pada karyawan baru. Manajer SDM butuh cara untuk menerjemahkan strategi baru perusahaan kedalam kebijakan dan praktek SDM yang spesifik dan dapat diterapkan. Manajemen memformulasikan rencana strategic dengan mengimplikasikan beberapa persyaratan tenaga kerja, berkaitan dengan keahlian, karakteristik dan prilaku karyawan yang harus diberikan oleh SDM untuk memberdayakan bisnis agar dapat mencapai tujuan strategic. Manajer sering menggunakan kartu nilai SDM untuk mengukur efektivitas dan efisiensi fungsi SDM dalam menghasilkan prilaku karyawan untuk mencapai tujuan strategic perusahaan.Kartu nilai ini menunjukkan standar kuantitatif yang digunakan perusahaan untuk mengukur aktivitas SDM dan mengukur prilaku karyawan sebagai hasil dari kegiatan ini, dan mengukur hasil organisasi yang secara strategic dan relevan dengan prilaku karyawan. Dengan begitu kartu ini menekankan cara yang informatif, tapi komprehensif, hubungan sebab akibat antar aktivitas SDM, dan munculnya prilaku karyawan, dan merupakan hasil dari keluaran strategic dan kinerja perusahaan secara luas. Ada tujuh tahap dalam penggunaan pendekatan kartu nilai SDM untuk menciptakan hasil strategis yang berorientasi pada sistem SDM, antara lain: 1. Mendefinisikan strategi bisnis 2. Menjabarkan nilai rantai perusahaan 3. Mengidentifikasi keluaran organisasi yang secara strategic dibutuhkan 4. Mengidentifikasi prilaku dan kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan 5. Mengidentifikasi aktivitas dan kebijakan sistem SDM yang relevan secara strategis 6. Mendesain sistem pengukuran kartu nilai SDM 7. Evaluasi secara periodik sistem pengukuran Dengan dimulainya perdagangan bebas yang antara lain: diawalinya realisasi persetujuan AFTA,pemerintah dan pelaku bisnis harus siap menghadapinya dengan mempersiapkan strategi bisnis dan khususnya Sdm agar kita mampu bersaing dalam skala dunia. Mutu SDM harus berorientasi kedepan sebab itu continuous learning focus pada tim, empowerment kreatif mengaplikasikan paradigm learning organization. Profesionalisme manajemen, system informasi, budaya perusahaan yang tepat, pemanfaatan teknologi, strategi fungsional lainnya perlu sacara terpadu mendukung pelaksanaan human resources practices yang sejalan dengan strategi SDM, strategi perusahaan, visi dan misi disertai kepemimpinan yang handal. Ditingkat makro, dalam menghadapi tantangan globalisasi perusahaan atau pelaku bisnis, pemerintah dan akademisi perlu mengembangkan tenaga kerja nasional melalui program-program terpadu dan nyata. Di era globalisasi ini kita harus bertindak cepat dalam menghadapi setiap masalah, terutama untuk menghadapi permasalahan SDM kita.SDM di Indonesia masih jauh dari tingkat keefektifan dalam menghadapi era globalisasi. Di Indonesia masih terlalu percaya pada SDM asing, terutama untuk bisnis bertaraf internasional. Kita sebagai SDM Indonesia tidak boleh hanya tinggal diam dalam menghadapi tandatangan global ini. Kita tidak boleh kalah saing dengan SDM asing, SDM Indonesia harus lebih kreatif dan inovatif untuk menciptakan produk-produk yang lebih berkualitas, jadi kita tidak hanya sebagai manusia yang konsumtif tapi juga produktif SDM di Indonesia juga harus bisa menunjukkan kepada dunia bahwa kita mampu utuk bersaing dalam perdagangan bebas di era globalisasi ini. Mengapa sebagian besar konsumen dan pelanggan tiba-tiba hengkang dan tidak membeli produk perusahaan anda lagi? Mengapa mereka pindah dan membeli produk yang sama dari perusahaan lain? Alasannya bisa bermacam-macam. Bisa karena faktor mutu produk perusahaan anda yang rendah, harga mahal, kemasan yang tidak menarik, ketidak-pastian produk, rantai suplai yang stagnan, dan lemahnya mutu pelayanan dan promosi. Dengan kata lain tidak optimumnya upaya yang dilakukan perusahaan untuk mencapai keberhasilan pemasaran yang meliputi penetapan segmen pasar yang terbaik; pemetaan kebutuhan, persepsi, prefrensi dan perilaku pelanggan; mengetahui siapa pesaingnya; perluasan mitra bisnis; pengembangan sistem termasuk sistem perencanaan pemasaran; pengendalian ketat terhadap jumlah dan mutu produk; pengembangan merek lewat promosi intensif; membangun kepemimpinan pemasaran, koordinasi antardepartemen, dan spirit tim; dan penerapan teknologi berorientasi keunggulan kompetitif. Philip Kotler dalam bukunya (According to Kotler; 2005) mengungkapkan konsep-konsep utama pemasaran meliputi segmentasi, pentargetan, pemromosian, kebutuhan, keinginan, permintaan, penawaran, merek, nilai dan keputusan, pertukaran, transaksi, jejaring dan hubungan, jalur pemasaran, rantai suplai, persaingan, lingkungan pemasaran, dan program pemasaran. Dari kerangka pemasaran tersebut seperti segmentasi, pentargetan, dan pemosisian plus 4P (product, price, place, dan promotion) dapat digunakan untuk menganalisis dan menyusun perencanaan pemasaran. Dengan demikian diharapkan tujuan pemasaran yang berupa pencapaian target penjualan produk (barang dan jasa), menciptakan produk sesuai dengan kebutuhan konsumen dan pelanggan, dan meningkatkan mutu dan standar hidup masyarakat dapat tercapai. Lalu apa dan bagaimana peranan sumberdaya manusia (SDM) agar tujuan atau keberhasilan pemasaran dapat tercapai? Pemasaran sebagai suatu proses tidak mungkin mengabaikan penggunaan sumberdaya manusia (karyawan manajemen dan non-manajemen) yang bermutu. Hal ini berkait dengan pemahaman tentang arti, dimensi, dan praktek pemasaran yang selain mengandung konsep ekonomi dan antropologi, juga tidak lepas dari konsep sosiologi dan psikologi. Misalnya bagaimana lewat survei pasar dapat diketahui segmen pasar yang tepat dan perilaku pasarnya. Untuk itu perlu digunakan pengetahuan antropologi, sosiologi dan psikologi. Begitu pula untuk memuaskan kebutuhan konsumen dan pelanggan dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan memromosikan produk. Kemudian ketika akan memromosikan produk maka sebelumnya diperlukan koordinasi antara manajer departemen produksi, pemasaran, dan departemen finansial. Semakin baik koordinasi semakin terpenuhinya produk yang dibutuhkan konsumen atau pelanggan. Koordinasi itu sendiri baru bisa berhasil efektif jika mutu kepemimpinan manajer dan etos kerja karyawannya tinggi. Selain itu perusahaan anda harus memiliki SDM yang menguasai pengetahuan dan ketrampilan teknologi baru, sistem informasi, dan jejaring pemasaran baru. Beberapa hal yang sangat menjadi perhatian dalam keberlanjutan pemasaraan adalah SDM yang mampu memahami karakteristik pasar termasuk dinamika perilaku konsumen dan pelanggan; mengamati perilaku pesaing; mengelola hubungan harmonis dengan pemangku kepentingan internal dan eksternal; dan memromosikan produk dengan efektif dan efisien. Keberhasilan para karyawan dengan potensi SDM tersebut akan mampu menghindari kemarjinalan perusahaan dalam kegiatan pemasaran. Untuk itu pelatihan dan pengembangan SDM di bidang pemasaran, perilaku konsumen-pelanggan, komunikasi, dan promosi tidak saja diberikan bagi mereka yang berada pada departemen pemasaran dan produksi tetapi juga kepada semua karyawan. Hal ini karena pemasaran sebagai suatu sistem tidak dipandang sebagai kegiatan parsial perusahaan melainkan sebagai kegiatan terpadu. Dengan demikian pemahaman konsep pemasaran sebagai salah satu ideologi keberhasilan perusahaan lama kelamaan terinternalisasi dengan baik. Dan inilah sebagai modal manusia yang sangat penting peranannya dalam mencapai keberhasilan pemasaran. Dengan harapan dapat meningkatkan kinerja perusahaan asuransi dalam hal pelayanan sesuai apa yang dibutuhkan dan keinginan mengenai produk asuransi yang tepat . DAFTAR PUSTAKA Bollinger, A.S., and Smith, R.D., 2001. “Managing Organizational Knowledge as a Strategic Asset” dalam Journal of Knowledge Management, Vol. 5, No. 1. Burr, R. and Girardi, A. 2002. “Intellectual Capital: More than the Interaction of Competence x Commitment” dalam Australian Journal of Management, Vol, 27. Chen, H.M and Lin, K.J. 2003. “The Measurement of Human Capital and Its Effect On The Analysis of Financial Statements” dalam International Journal of Management, Vol. 20, No. 4. Davemport, T.O. 1999. Human Capital: What It Is and Why People Invest In It. San Francisco: Jossey Bass. Delaney, Lewin, and Ichniowski, C. 1988. Human resource management policies and practices in American firms. New York: Industrial Relations Research Centre, Graduate School of Columbia University. Delaney, Lewin, and Ichniowski, C. 1989. HR policies and practices in American firms. US Department of Labor Management Relations and Co-operative programs, BLMR 173. Washington DC: US Government Printing Office. Fitz-enz, J, 2000. The ROI of Human Capital: Measuring the Economic Value Added of Employee Performance, AMA-COM. New York: American Management Association, GarcĂ­a, M. 2005. “Training and business performance: The Spanish case” dalam International Journal of Human Resource Management, 16. Gerhart, B. & Milkowich, G.T. 1990. ational differences in managerial compensation and firm performance” dalam Academy of Management Journal, 33. Guest, D.E., Michie, J, Conway, N & Sheehan, M. 2003. “Human resource management and corporate performance in the UK” dalam British Journal of Industrial Relations, 41. Hariandja, Marihot Tua Efendi. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia: Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian dan Peningkatan Produktivitas Pegawai. Jakarta: Grasindo Widiasarana Indonesia, Harvey, D. and Bowin, R.B., 1996, Human Resource Management An Experiential Approach. Bakersfiled: Prentice Hall International, Inc Khatri, N. (2000). “Managing human resources for competitive advantage” dalam International Journal of Human Resource Management, 11. Kotter, J.P,. Heskett, J.L., 1997. Corporate Culture and Performance, ( Leong, G. K., Snyder Li, D.Q, and Wu, X.B. 2004. “Empirical study on the linkage of intellectual capital and firm performance, Engineering Management Conference, 2004” dalam Proceedings 2004 IEEE International Volume 2, Issue , 18-21 Oct. Martina D.P. A. Ongkorahardjo, Antonius Susanto, Dyna Rachmawati. 2008. ”Analisis Pengaruh Human Capital Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Indonesia)” dalam Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10, No. 1. Mayo, A. 2000. “The Role of Employee Development in The Growth of Intellectual Capital” dalam Personal Review, Vol. 29, No. 4. Mathis, Robert L. dan John H. Jakson. 2003. Human Resource Management, South-Western: Thomson Learning.

Pengembangan Produk Asuransi Mikro

Pengembangan Produk Asuransi Mikro bagi segmentasi Menengah dan Kecil Oleh : Ibnu Suryadi Abstrak Pada dewasa ini yang lebih berkepentingan dalam berasuransi hanya terbatas kepada kelompok yang memiliki kemampuan untuk melakukan pembayaran . Dalam hal ini kelompok yang kaya merasakan adanya kekawatiran jika terjadi musibah yang mengakibatkan kehilangan dan kerusakan kekayaan . Dalam hal ini peranan asuransi masih terbatas kepada kelompok yang tertentu “ hanya berduit “ saja . Untuk itulah diperlukan adanya pengembangan produk yang berpihak pada kepentingan Menengah dan kecil bisa memberikan manfaat sebesar – besarnya . Untuk itu beberapa pionir perusahaan asuransi mencoba untuk mengembangan asuransi bagi kelompok menengah dan kecil yang sering disebut Asuransi Mikro ( Micro Insurance ) . Kata kunci : Produk asuransi mikro, segmentasi menengah dan kecil Pendahuluan Pada dewasa ini yang lebih berkepentingan dalam berasuransi hanya terbatas kepada kelompok yang memiliki kemampuan untuk melakukan pembayaran . Dalam hal ini kelompok yang kaya merasakan adanya kekawatiran jika terjadi musibah yang mengakibatkan kehilangan dan kerusakan kekayaan . Dalam hal ini peranan asuransi masih terbatas kepada kelompok yang tertentu “ hanya berduit “ saja . Untuk itulah diperlukan adanya pengembangan produk yang berpihak pada kepentingan Menengah dan kecil bisa memberikan manfaat sebesar – besarnya . Untuk itu beberapa pionir perusahaan asuransi mencoba untuk mengembangan asuransi bagi kelompok menengah dan kecil yang sering disebut Asuransi Mikro ( Micro Insurance ) . Dalam hal ini Bapepam-LK sebagai sebagai pihak Regulator sedang membangun kebijakan agar masyarakat menengah bawah dapat mengakses jasa keuangan khususnya asuransi. Sehingga masih belum banyak masyarakat yang memahami betapa pentingnya asuransi. Banyak yang menilai bahwa asuransi hanya diperuntukkan bagi masyarakat menegah ke atas karena terkesan mahal. Padahal sebaliknya bahwa saat ini banyak asuransi yang menyediakan produk untuk masyarakat menengah ke bawah dengan premi yang ringan. Pihak Bapepam-LK, mulai merancang aturan tersebut yang akan menggantikan KMK No.422/KMK/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dan KMK No.426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Ide dalam perumusan rancangan aturan adalah semakin beragam dan kompleksnya produk asuransi dan pemasarannya. Hal ini dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi maupun pemegang polis atau tertanggung. Selain itu, aturan bertujuan agar pengelolaan risiko produk asuransi dan pemasarannya berjalan dengan baik sehingga penerapan tata kelola yang baik (good governance), manajemen risiko yang memadai, dan praktik-praktik asuransi yang sehat pada perusahaan asuransi dan pemberdayaan pemegang polis atau tertanggung perlu ditingkatkan. Hal yang mencolok pada rancangan aturan ini adalah perusahaan asuransi jiwa dan asuransi umum wajib memiliki Komite Pengarah Pengembangan Produk Asuransi, yakni pihak yang bertanggung jawab memberikan rekomendasi kepada direksi terkait dengan produk asuransi yang dipasarkan. Komite ini bisa beranggotakan direktur yang membawahkan unit kerja atau fungsi pengembangan produk, aktuaris perusahaan, tenaga ahli asuransi, ahli investasi untuk perusahaan asuransi jiwa atau pejabat satu tingkat di bawah direksi yang bertanggung jawab dalam bidang investasi untuk perusahaan asuransi umum, dan pejabat satu tingkat di bawah direksi yang bertanggungjawab dalam bidang underwriting, pemasaran, hukum, dan teknologi informasi. Adanya upaya peningkatan kesadaran masyarakat untuk berasuransi kiranya perlu terus dibangun agar pada suatu hari nanti sebagian masyarakat Indonesia mengerti pentingnya asuransi bagi perencanaan keuangan atau finansial masa depan. Salah satu cara yang dilakukan oleh pelaku industri untuk menarik minat masyarakat dalam mengansurasikan keuangannya adalah dengan mengeluarkan produk-produk asuransi yang dapat menjawab kebutuhan asuransi bagi berbagai lapisan masyarakat. Namun, lanjutnya, tentu saja dukungan pemerintah juga sangat penting dalam mensosialisasikan kepada masyarakat akan pentingnya asuransi bagi masa depan. Melalui sosialisai dan edukasi yang akan dilakukan oleh pihak asuransi, diharapkan angka anak yang terlantar pendidikannya serta angka orang yang tidak mampu membayar biaya rumah sakit yang semakin mahal tiap tahunnya dapat ditekan dengan memiliki polis asuransi. Pada saat ini sudah ada beberapa produk asuransi yang memang khusus bagi masyarakat menengah ke bawah. Misalnya di PT. Asuransi Manulife itu ada produk asuransi kecelakaan dengan premi yang lebih ringan . Sejauh ini, jelasnya, pemasaran produk asuransi untuk masarakat menengah masih melalui mekanisme kerjasama melalui pihak perbankan. Hingga saat ini, mayoritas pemilik polis merupakan nasabah bank dengan pembayaran premi secara langsung dari tabungan. Namun demikian pihak asuransi tetap harus lakukan sosialisasi yang lebih lagi serta edukasi agar masyarakat lebih mengerti akan manfaat asuransinya . Pihak pemerintah mengharapkan agar seluruh masyarakat diupayakan untuk menikmati asuransi yang memiliki konsep yang berbeda dengan perbankan, yakni memberikan proteksi yang lebih baik terhadap masyarakat. pihaknya sedang membangun kebijakan-kebijakan serta upaya-upaya agar jasa keuangan terutama industri asuransi dapat dinikmati oleh semua orang, khususnya financial inclusion. Namun ia menegaskan jika tidak semua asuransi mikro merupakan asuransi yang dikhususkan bagi menengah ke bawah. Sebelum produk tersebut diluncurkan, Bapepam akan melakukan telaah terhadap komponen dan risikonya. Seperti halnya kesuksesan yang diraih tahun 2009 PT. Allianz Life Indonesia dan Allianz Utama Indonesia (Allianz Indonesia) telah berhasil menjual 347.000 polis asuransi mikro . Pendapatan premium gabungan naik dari Rp. 1,1 milyar menjadi Rp. 9,5 milyar. Allianz berencana untuk terus mengembangkan bisnis asuransi mikronya melalui lebih banyak mitra distribusi dan produk. Dengan demikian maka produk asuransi Mikro mempunyai potensi yang sangat besar . Asuransi mikro kami berkembang dengan sangat cepat karena berhasil memenuhi permintaan yang tinggi akan perlindungan asuransi untuk keluarga ekonomi lemah. Asuransi mikro memberikan dua keuntungan dasar secara sosial dan ekonomis karena hukum bilangan terpenuhi ( the law of large number ) . Asuransi mikro dapat diperkenalkan kepada masyarakat yang lebih luas, terutama masyarakat ekonomi lemah yang sebelumnya tidak memiliki kesempatan untuk mendapat perlindungan asuransi namun sebenarnya sangat membutuhkan. Dengan ekonomi Indonesia yang terus tumbuh, banyak nasabah asuransi mikro kami yang akan mendapatkan kemajuan dalam ekonominya. Dengan memberikan pelayanan saat ini, kami berharap untuk bisa mendapatkan kesetiaan dan berkembang bersama .Dalam hal distribusi asuransi mikro pihak perusahaan asuransi dapat bermitra dengan bank komersial dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan koperasi kredit. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menyadari perlunya regulasi khusus yang mengatur tentang asuransi mikro mengingat semakin banyak perusahaan asuransi yang melirik lini bisnis ini dimana industri asuransi nasional belum mempunyai pengaturan khusus produk asuransi mikro.Peraturan tersebut dibutuhkan, karena sifat asuransi mikro berbeda dengan produk asuransi pada umumnya, terutama keagenan dan administrasi. Asuransi mikro pernah populer di kalangan petani dan nelayan. Namun, perkembangan asuransi yang mengincar masyarakat menengah ke bawah ini 'jalan di tempat', karena tidak didukung oleh sumber daya manusia dan sistem informasi yang memadai. Selanjutnya, produk asuransi mikro sebaiknya diselenggarakan oleh perusahaan asuransi bekerja sama dengan lembaga tertentu, seperti bank perkreditan rakyat, koperasi, atau badan usaha milik desa. Selanjutnya belum ada definisi yang tepat mengenai asuransi mikro. Oleh karena itu, regulator masih mengeksplorasi produk asuransi mikro ini . Perusahaan asuransi terus mengembangkan bisnisnya dengan fokus kepada masyarakat menengah ke bawah, yang selama ini belum banyak digarap. Penetrasi bisnis itu dilakukan dengan menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat kecil serta memperbanyak sosialisasi pentingnya memiliki produk perlindungan diri. Adanya perusahaan yang mencoba fokus kepada masyarakat kelas ekonomi kecil dan itu menjadi bagian dari edukasi masyarakat agar mengerti asuransi yang mengembangkan bisnis asuransi dengan fokus kepada masyarakat menengah ke bawah menawarkan produk asuransi mikro. Adanya beberapa perusahaan asuransi yang sangat fokus dan signifikan memasarkan produknya kepada masyarakat kecil. Bahkan ada yang sangat fokus menggarap pasar asuransi mikro dengan menawarkan premi yang mudah dijangkau oleh masyarakat kelas bawah . Selanjutnya pada saat ini jumlah masyarakat Indonesia yang mengerti pentingnya asuransi masih sedikit. Hal itu karena kurangnya sosialisasi asuransi dan banyak yang belum memahami fungsi asuransi. Selain itu, keadaan ekonomi masyarakat yang masih memiliki daya beli yang rendah juga mendukung kurangnya pemahaman terhadap asuransi. Pada beberapa tahun terakhir kami melihat kebutuhan masyarakat akan produk asuransi semakin tinggi. Dengan kondisi tersebut, potensi pertumbuhan industri perasuransian semakin besar sehingga perusahaan asuransi dituntut meningkatkan pemasaran produknya . Dengan adanya kerja sama antara perbankan dan perusahaan asuransi untuk memasarkan produk asuransi, kedua pihak bisa bersama-sama mengambil keuntungan yang positif. Kerja sama bancassurance bagi bank bisa mendukung peningkatan pendapatan fee based income (non bunga) yang stabil dan berkelanjutan. Bancassurrance merupakan pola marketing yang sekarang ini sudah mulai digalakkan oleh sebagian perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi menggunakan jalur distribusi melalui bank ini bertujuan agar produk asuransi lebih mudah dikenal dan diterima di seluruh lapisan masyarakat yang menggunakan jasa bank. Jika kita cermati bahwa semua transaksi perdagangan baik dari skala lokal, nasional maupun internasional tidak terlepas adanya peran intermediasi dari perbankan. Untuk itu sangatlah tepat jika perusahaan asuransi mulai membidik sektor perbankan dengan ikut berkolaborasi menjadi satu paket produk Bancassurance. Keuntungan dari penerapan Bancassurance adalah : 1. Reduction cost Biaya yang sering digunakan oleh perusahaan asuransi seperti biaya sewa gedung, biaya rekrutmen agen bisa diperkecil . 2. Efektif dan efisien Waktu yang digunakan dalam mengenalkan produk akan lebih cepat diterima oleh customer. Sehingga penetrasi pangsa pasar produk asuransi lebih cepat. 3. Membuat kenyamanan bagi bank dan customer Produk yang dimiliki bank dapat disesuaikan dengan back- up dari perusahaan asuransi sehingga membuat kenyamanan dari bank yang akan memberikan fasilitas kredit baik berupa modal kerja atau pembiayaan. 4. Adanya komunikasi yang terjalin dengan baik antara pihak asuransi dan bank. Kelemahan dari penerapan Bancassurance adalah : 1. Adanya kemungkinan terjadinya dispute jika terjadi klaim antara pihak Customer dengan perusahaan asuransi karena pengetahuan jaminan dan pengecualian dari produk asuransi masih relatif sedikit. Sehingga perusahaan asuransi harus meluangkan waktu untuk mengadakan pelatihan secara berkala yang melibatkan pihak bank agar dispute yang akan terjadi tersebut bisa dihilangkan. Adanya pemahaman dari pihak awam jika terjadi klaim maka pihak asuransi wajib membyar klaim tersebut tanpa melihat apakah klaim yang terjadi termasuk dijamin atau tidak dijamin oleh perusahaan asuransi. 2. Tertanggung tidak bisa secara jelas mendapatkan gambaran produk lebih rinci karena yang diberikan oleh pihak bank hanya garis besarnya saja. Untuk itu diperlukan adanya pelayanan yang lebih ekstra dari customer care perusahaan asuransi karena adanya permintaan penjelasan dari nasabah bank tersebut. 3. Jika bank tersebut mempunyai dua atau lebih rekanan perusahaan asuransi ada kecenderugan rate yang lebih kecil ditawarkan kepada nasabah tanpa melihat adanya cover yang diberikan. Sehingga terjadi adanya rate yang kompetitif diantara pengguna bancassurance tersebut. 4. Adanya konflik internal antara pihak asuransi dan bank bisa memberikan nilai sentimentil atas penjualan produk asuransi sehingga akan berdampak atas rendahnya produksi yang ditawarkan. Penggunaan bancassurance merupakan salah satu jalur alternatif distribusi yang perlu dikembangkan perusahaan asuransi dengan memberikan paket produk asuransi yang dirancang lebih sederhana. Hal ini untuk memudahkan pihak bank dalam memasarkan jasa asuransi . Praktek bancassurance ini akan bisa terjadi dengan adanya reciprocal business dimana kedua belah pihak mendapatkan adanya manfaat atau benefit atas produk ini. Bagi perusahaan asauransi hal ini menjadi suatu tantangan yang baru karena harus bisa memberikan pelayanan yang prima baik dari proses penerbitan sampai penyelesaian klaim agar pihak bank tidak ditinggalkan oleh customernya. Untuk pemeliharan citra yang baik haruslah lebih diutamakan sehingga akan bisa menggairahkan roda perekonomian secara nasional . MOU dengan pihak Lembaga Keuangan lainnya Adanya peningkatan orientasi pemerintah terhadap pertumbuhan sektor usaha yang bergerak menengah dan mikro membuat perusahaan asuransi juga mulai menggarapnya. Biasanya bisnis ini terjadi pada koperasi atau sejenisnya yang mengelola dana yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan bank umum. Biasanya pola yang mereka lakukan adalah dengan memanfaat produk yang bisa memenuhi kebutuhan hidup. Pada lembaga keuangan ini sesungguhnya bisa dijadikan sebagai alternatif jalur distribusi untuk membantu memasarkan jasa asuransi . Perusahaan asuransi bisa membuat nota kesepahaman dengan pihak koperasi tersebut untuk bisa bersama – sama bagi nasabah koperasi bisa ikut sebagai peserta asuransi. Hal ini akan dapat meningkatkan pertumbuhan premi dari sektor retail dan sangat membantu perusahaan asuransi dalam sosialisasi produk asuransi . Pada akhirnya kita bisa menyimpulkan bahwa perusahaan asuransi akan selalu berusaha mengembangkan distribusi alternatif dengan metodologi yang berbeda didukung dengan modal dan teknologi agar bisa lebih cepat dalam memasarkan jasa asuransi . Strategi Pemasaran Produk Asuransi merupakan suatu bentuk aktivitas penjualan yang saat ini masih banyak diminati masyarakat. Arti sebenernya dari asuransi adalah perlindungan nilai ekonomi seseorang atau kumpulan (corporate). Arti lain dari Asuransi juga bisa diartikan, penggantian sebagian bahkan keseluruhan akibat adanya suatu kerugian baik itu jiwa atau material yang dialami oleh individu atau kumpulan. Strategi Pemasaran Produk Asuransi adalah sama dengan anda menawarkan produk yang bersifat maya atau tidak tampak, seperti : produk dana pasar uang, produk Obligasi dan produk Saham, mengapa demikian?. Karena asset tidak berwujud ini sama-sama memiliki kekurangan yakni besaran nilai uang yang tidak bisa dipprediksi secara konsisten dimasa yang akan datang. Marketing Afiliasi Salah satu usaha marketing yang dilakukan oleh perusahaan asuransi dengan menjalin hubungan dengan satu pihak yang merupakan Afiliasi dari perusahaan asuransi itu sendiri Dengan adanya afiliasi maka biaya yang timbul bisa diperkecil karena adanya kontribusi biaya yang dikeluarkan secara bersama - sama untuk lebih mengoptimalkan kepada hasil yang diperoleh . Perluasan marketing dengan memanfaatkan hubungan yang telah terjalin dengan baik melalui lembaga keuangan untuk tetap bisa menunjang produk yang ditawarkan. Tujuan adanya pemanfaatan afiliasi ini adalah untuk meningkatkan efektivitas biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi. Disamping itu akan membantu Tertanggung untuk memperoleh informasi mengenai gambaran secara garis besar atas produk yang ditawarkan. Namun perlu adanya kontrol dari perusahaan asuransi atas informasi yang disampaikan ke Tertanggung sudah benar dan akurat sesuai dengan produk perusahaan asuransi itu sendiri agar tidak terjadi dispute atau bahkan miscommunication antara pihak Customer dengan Marketing afiliasi . Direct Mailing Sebagian besar perusahaan asuransi belum menerapkan pola ini karena kurang efektif . Sebenarnya konsep direct mailing ini bisa diterapkan di perusahaan dengan volume dan frekuensi yang relatif kecil karena target market terbatas pada Customer yang potensial. Pengenalan produk melalui direct mailing haruslah bisa mencerminkan adanya suatu kemasan yang cukup baik dan menarik sehingga tidak terlalu sulit bagi customer untuk bisa mengenali dan memahami suatu produk. Hal ini tentu tidak terlepas dukungan alat teknologi yang mampu merancang pola baik dari sisi kertas yang digunakan , pesan yang diinginkan haruslah jelas, padat dan singkat dan adanya asesoris yang menarik . Unsur – unsur itulah yang menentukan respon customer untuk mau menerima proposal produk yang ditawarkan atau kebalikannya . Untuk itu perusahaan asuransi akan melakukan monitoring atas quotation tersebut apakah bisa dilanjutkan kepada tahapan closing atau masih diperlukan negoisasi terhadap cover yang dibutuhkan dengan rate yang lebih memadai . Direct marketing merupakan distribusi alternatif yang bis a dilakukan dengan menggunakan dana yang relatif lebih kecil agar proses promosi kepada nasabah dapat lebih diterima. Direct Marketing Satu hal yang harus diperhatikan bahwa Direct marketing dilakukan jika target tersebut cukup potensial ( corporate ) sehingga dibutuhkan pendekatan personal dari pihak asuransi agar bisa mengetahui secara lebih rinci dalam menawarkan jasa jaminan asuransi. Untuk diperlukan suatu tahap – tahap yang dilakukan agar bisa berhasil dengan baik yaitu meliputi : 1. Analisa kebutuhan Kebutuhan masing masing prospek itu sangat heterogen sehingga diperlukan adanya identifikasi dan pemetaaan ( mapping prospect ) atas permintaan penutupan asuransi . Untuk itu diperlukan adanya klasifikasi atas masing – masing apakah sesuai dengan kebutuhan customer. Seperti misalnya untuk Middle Class sampai high class tentu lebih cocok untuk cover asuransi rumah tinggal dan mobil dimana memang mereka mempunyai kemampuan dari sisi finansial. Sedangkan untuk Middle Class sampai First Line Class lebih cocok adalah Personal Accident dimana premi yang ditetapkan lebih murah. Adapun untuk industri yang ruang lingkupnya lebih besar bisa ditawarkan cover Industri All Risk 2. Kesadaran akan kebutuhan Dalam melakukan pendekatan marketing kepada tertanggung perlu ditekankan bahwa konfirmasi ikut asuransi yang dilakukan atas penuh kesadaran tertanggung sehingga akan lebih mudah dalam proses perpanjangan ( renewal ) dan bisa menjadi perpanjangan informasi atas produk – produk asuransi yang ditawarkan kepada potensial market yang lainnya. Proses kesadaran itu dilakukan agar permintaan penutupan asuransi bisa menjadi suatu tingkat derajat kebutuhan bagi keamanan, kenyamanan dan ketenangan bagi customer. 3. Solusi bagi kebutuhan Dewasa ini perusahaan asuransi telah mampu mendesain produk dengan baik sesuai dengan tingkat kebutuhan customer. Hal ini didorong karena adanya peningkatan permintaan asuransi dengan proses administrasi sederhana dan jaminan yang lebih luas dari standard dengan sistim lebih cepat dan akurat . Perusahaan asuransi akan tumbuh semakin lebih besar jika dapat memanfaatkan peluang emas ini. Namun untuk kebutuhan asuransi yang tailor made haruslah sangat hati – hati karena akan mempengaruhi cash flow perusahaan jika tidak mencari back – up cover reasuransi. 4. Adanya Rumusan yang tepat Setelah mendapatkan peluang yang jelas dan ada secercah harapan dari sang prospek maka langkah selanjutnya ada membuat suatu rumusan yang tepat. Rumusan dibuat untuk memberikan gambaran atas diri sang prospek bahwa ada beberapa variable yang merupakan solusi yang bisa ditawarkan kepada tertanggung . Perusahaan asuransi selalu mengutamakan kepuasan pelanggan. Untuk itu perlu adanya usaha yang dilakukan agar dapat mempertahankan loyalitas customer . Ada beberapa unsur yang harus dipenuhi perusahaan asuransi agar terbentuk locking loyalty bagi customer. Adapun unsur – unsur pembentukan locking loyalty meliputi : a. realibility Perusahaan asuransi haruslah menawarkan produk sesuai dengan jenis produk yang dimiliki. Sehingga customer akan setia terhadap perusahaan asuransi karena jaminan yang diperlukan itu benar – benar ada. Sebagian kecil customer belum atau tidak memperhatikan adanya wording atau polis dimana ada bagian pasal pengecualiannya. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi dari perusahaan asuransi kepada tertanggung. Dengan memberikan informasi secara rinci akan membuat customer lebih pandai untuk minta jaminan sesusai dengan yang dikehendaki. Sehingga tidak akan terjadi anggapan bahwa jika ada klaim pasti dibayar oleh perusahaan asuransi. Pola pikir ini masih kita dapati pada orang awam yang masih minim pengetahun akan asuransi. b. assurance Produk asuransi yang diberikan kepada customer haruslah yang bisa membuat kenyamanan atas jaminan yang diberikan. Hal ini akan mendorong Tertanggung untuk melakukan aktivitas bisnis tanpa memikirkan risiko yang akan terjadi. Sehingga akan memberikan stimulan dan dorongan bagi pihak Tertanggung ( jika dia seorang wirausaha ) untuk menciptakan bisnis yang lainnya . Dan lebih jauh lagi akan bisa menyerap tenaga kerja yang akan membantu pengurangan jumlah tenaga pengangguran. Jika multiplier effect dapat membawa dampak yang positif maka bisa dipastikan customer akan loyal kepada perusahaan asuransi . c. tangible Dari sisi ini perusahaan asuransi dituntut bisa mempunyai komitmen yang tinggi agar bisa terwujud adanya kepercayaan dari Customer . Hal ini tentu juga terkait dengan Track Record dari perusahaan asuransi tersebut dalam pelayanan kepada Customer apakah pada waktu penerbitan polis maupun pembayaran klaim. Jika dalam pelayanan yang kurang bagus apalagi pada waktu terjadi klaim penyelesaian berlarut – larut maka perusahaan asuransi semacam ini akan ditinggalkannya. Namun jika kebalikannya maka tentu nasabah akan tertanam untuk mengasuransikan properti lainnya. d. empathy Perasaan ini timbul bagi Customer yang sudah minded insurance karena musibah yang datang secara tiba – tiba bisa merugikan dan meluluhlantakan semua property yang dimiliki seseorang. Seperti adanya bencana Catastrophe berupa Gempa bumi disertai Tsunami yang berakibat atas harta benda dan jiwa ratusan ribu orang. Jika penyelesaian klaim atas musibah ini dapat diselesaikan dengan baik tanpa menyulitkan bagi customer yang mengalami klaim maka perusahaan asuransi ini telah berhasil menarik simpatik dan empatik dari masyarakat banyak. Sehingga ikut program asuransi menjadi suatu kebutuhan bagi perorangan maupun badan yang akan belajar dari pengalaman musibah yang terjadi. e. responsibility Perusahaan asuransi akan tetap bertanggung jawab atas suatu kelalaian dan kealpaan yang dilakukan oleh aparat pemasaran ( sales forces ) . Hal ini bisa terjadi karena pembinaan terhadap agen yang kurang optimal . Perusahaan akan tetap berpegang pada moralitas dan etika di seluruh jajaran marketing agar bisa melakukan suatu hal yang merupakan harapan bagi semua pihak. Indikasi tingkat Loyalitas ( Service Quality ) : 1. Customer Satisfaction Mengukur dan mengelola kepuasan pelanggan dimana perusahaan asuransi mempunyai standar masing – masing karena portfolio dari profile atas exposure yang dimiliki sangat heterogen satu dengan yang lainnya. 2. Customer Retention Mengukur tingkat perpindahan ( customer rate of defection ) dan menyelidiki penyebab – penyebabnya serta identifikasi pelanggan – pelanggan yang bernilai tinggi ( high value ) sehingga membuat loyalty programme untuk mencegah pelanggan pindah ke pesaing lainnya. 3. Customer Relationship Management ( Migration ) Melihat Customer wallet share satu per satu . Pelanggan dikelola supaya tetap atau bahkan meningkatkan belanjanya pada perusahaan bukan malah turun belanjanya. Migrasi diusahakan sedikit menjadi banyak atau dari bawah ke atas. 4. Customer Enthusiasum Pelanggan antusias akan menunjukkan komitmen yang kuat kepada produsen. Penyebaran informasi mengenai perusahaan asuransi kepada rekan dan keluarga tanpa adanya perintah atas produk dan company profile yang lebih dikenal dengan istilah buzzing . Customer tersebut bisa merekomendasikan kepada customer lain yang belum mengerti tentang produk yang telah diluncurkan oleh perusahaan asuransi. Hal ini merupakan salah satu indikator yang terbaik untuk menunjukkan loyalitas pelanggan. Kesimpulan : 1. Adanya pengembangan produk yang diluncurkan oleh perusahaan Asuransi untuk memenuhi kebutuhan segmentasi dari kecil sampai menengah . 2. Adanya kebutuhan produk dan disertai payung hukum yang dilakukan oleh Regulator dengan tetap menerapkan prinsip – prinsip yang Prudent . 3. Adanya strategi pemasaran yang dilakukan agar produk asuransi Mikro dapat tercapai sesuai dengan target yang diharapkan . 4. Bancaassurance merupakan strategi distribusi alternatf dalam melakukan penjualan produk – produk asuransi Mikro . Daftar Pustaka : Delozier, M. Wayne, The Marketing Communication Proses. Tokyo: Mc. Graw Hill Kagakusha, Ltd. 1976. Djayakusuma, Tams, Periklanan. Bandung: Armico,1982. Enger, Jean E., Consumer Behavior (sixth Edition), Chicago: The Dry and Press, 1990. Jefkins, Frank, Periklanan. Jakarta: Erlangga, 1997. Kasali, Rhenald, Manajemen Periklanan. Jakarta: Grafiti, 1995. Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanan, dan Penganalisaan, Jakarta: Erlangga, 1990. Kotler, P & Robert E., Social Marketing: Strategies For Changing Public Behavior, New York: The Free Press, 1989. Lewis, Herschell Gordon, Iklan yang Efektif. Jakarta: Dahara Prize, 1996. Nickles, William G., Marketing Communication and Promotion (Third Edition), New York: John Wiley & Sons. Inc. 1984. Panuju, Redi, Komunikasi Bisnis. Jakarta: Gramedia, 1995. Pujiyanto, Periklanan, Malang: Universitas Negeri Malang, 2001. Sendjaja, Komunikasi Pemasaran Meyongsong Abad XXI Niching dan Mining (dalam Jurnal Komunikasi). Jakarta: Gramedika, 1997. Hermawan Kertajaya, Locking Loyalty ,Garuda Marketing News , Jakarta , 2004 hal 78

Kamis, 13 Desember 2012

Motto

Niat yang tulus disertai dengan usaha yang optimal akan melahirkan kesuksesan